07 Mei 2014

Potret Keluarga

Memandangnya, ada perih yang terselip di hati, ada debar yang tak biasa yang semakin lama semakin kencang, ada amarah yang tak sanggup padam. Ibu memandangnya dengan wajah yang teduh, potret keluarga kami di ruang tengah.

Potret ini adalah barang terakhir peninggalan Ayah. Tiga tahun lalu semua barang Ayah aku singkirkan, pakaian, tanaman yang Ia rawat, sikat gigi, shampo, asbak, gelas, semua, semua yang mengingatkanku pada Ayah sudah aku buang. Kecuali potret kami yang besar di ruang tengah. Bagiku, potret itu adalah cela yang membuat hidupku selalu ada di masa lalu. Bagi Ibu potret itu adalah harapan.

"Dia masih keluarga, mungkin Ia akan pulang," ibu selalu memelihara harapan bahwa Ayah akan pulang dalam potret itu.

Kini tiga tahun kemudian, Ayah tidak pulang. Rumah ini bukan lagi rumahnya. Perempuan entah siapa itu telah menjadi rumahnya.

Dengan tangannya sendiri Ibu menurunkan potret itu dan memelukku. Aku dan Ibu bersama sudah cukup


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Tidak ada komentar: