21 Juni 2014

Memilih Dengan Hati

Iya, ini tentang Pemilihan Presiden dan wakilnya. Presiden Indonesia, bukan semacam organisasi tukang makan.

Saya bukan pemilih pemula, saya ikut memilih ketika SBY akhirnya menang 2 kali. Tapi sungguh, pengalaman 2 kali memilih ga bisa dipake lagi sekarang. Pemilihan presiden kali ini luar biasa memusingkan. 10 tahun lalu sebagai pemilih pemula, internet belum segampang sekarang. Saya cuma dapet informasi dari TV dan koran, dan terutama mulut-mulut yang berkicau di sela-sela acara makan-makan keluarga. Sumber mana lagi yang lebih terpercaya bagi saya si pemudi muda lagi naif ini selain Ayah, Ibu, Nenek, Paman, dan Bibinya? maka saya si anak bawang ini ngintil pilihan keluarga.

Namun kini, semua berubah ketika internet menyerang.........

Ada banyak sekali informasi yang membuat saya kewalahan. Yang lebih bikin pusing, saya ga bisa 100% yakin tentang kebenaran informasi tersebut. Iyah kamuh hai, stasiun-stasiun Tv yang berat sebelah......
Namun, ada semacam kegirangan karena ada antusiasme yang tinggi. Bayangkan masa orde baru, pemenangnya sudah pasti sebelum Pemilu, gak rame.

Saya mencoba menjadi pemilih rasional yang punya perangkat evaluasi berdasarkan informasi yang saya dapet. Lah ini infonya aja kurang valid gimana perangkat evaluasi saya mau kerja? Tapi.....perangkat evaluasinya juga belum ada kok, hehe....sok-sok an mau jadi pemilih rasional!

Membangun perangkat evaluasi itu sebenernya bukan hil yang mustahal (srimulat banget yaaaah), asal kita punya kepercayaan sama penilaian kita sendiri dalam menganalisa secara objektif, tahu kategori apa saja yang cukup sehingga analisa kita valid, dan informasi yang benar. Sayangnya saya gak punya ketiganya. Saya tidak bisa menentukan kategori apa saja yang harus saya masukan untuk menganalisa dan berapa derajat kepentingannya, umur?prestasi?visi misi?pendukung?garis keturunan?kekayaan?jumlah korupsi dalam partai pendukung?kesehatan?punya istri?performa dalam debat?kemampuan komunikasi?ketegasan?kesederhanaan?sedekahnya berapa banyak?jumlah ulama yang mendukung?jumlah artis yang mendukung?rasiskah?bonekakah?dan masih banyak lagi.....saya gak bisa menentukan berapakah cukup itu dan penting gak untuk dimasukan. Saya juga gak percaya sama analisis diri sendiri. sering saya nongkrongin FB cuma liat temen-temen saya pada dukung siapa ya?Dan saat ini malah ini yang menjadi masukan utama saya.

Namun lama-lama tumbuh kesukaan pada diri saya. Seperti jatuh cinta yang tidak bisa dijelaskan kenapa. Dia hanya dapat menyentuh hati saya. Hati perempuan, yang terkenal susah diketahui apa isinya, yang kadang-kadang, kami perempuan, tidak mengerti pula apa isinya.

Baru-baru ini saya sadar, buat saya yang kurang rasional dan mengandalkan hati, cuma butuh satu momen untuk akhirnya menentukan pilihan. Hilanglah semua informasi yang asalnya mau dimasukan ke perangkat evaluasi. Dari momen itu tumbuhlah kepercayaan bahwa dialah orangnya. Pernahkan mendengar ada yang memutuskan memilih karena beliau ditawari tempat duduk oleh salah seorang kandidat ketika ia sedang kesulitan mencari tempat duduk?Atau karena beliau pernah merasa salah satu kandidat begitu heroik dalam aksi penyelamatan nyawa beberapa orang?Momen sederhana yang mengalahkan semua informasi yang super banyak dan kadang tidak 100% benar.

Lalu apa momen saya? bukan ini yang penting karena setiap orang pasti akan menemukan momen yang berbeda yang tidak akan dirasakan persis oleh setiap orang. Momen menyentuh hati yang dirasakan oleh contoh saya tadi  tidak akan dirasakan oleh saya. Maka temukanlah momen Anda sendiri sebagai jalan terakhir ketika Anda kesulitan untuk menjadi rasional.

Selamat memilih, saudaraku sebangsa dan setanah air. Walaupun beda pilihan kita tetap saudara.